Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2019

kuwalat pada diri

Kita cenderung lebih punya adab ketika menghadapi   orang-orang yang kita anggap orang besar, orang penting dan semacamnya.   Misal kaum agamawan, intelektual, penguasa ,pejabat dan lain-lain. Padahal, adab itu tidak cuma kepada orang-orang pada level tertentu. Sebenarnya adab itu kepada semua orang, tanpa memandang siapakah dia . Kita beralasan, kita bisa kuwalat kalau kita tidak hormat ataupun punya adab kepada beliau-beliau tersebut. Yang bisa nguwalati ataupun malati itu bukan cuma orang-orang kelas tertentu saja, setiap yang pernah kita dholimi itu bisa malati. Justru orang-orang yang tidak kita perhitungkan   itu yang bisa malati. Kaum sub-altern,   gembel dan sebagainya yang kita cenderung meremehkannya. Bisa jadi kekasih-kekasih Nya itu   ada di mereka   yang   tidak pernah kita anggap. Kuwalat bisa diartikan semacam karma buruk yang dapat kita terima karena telah melakukan perbuatan yang kurang baik, meremehkan , mendholimi dan sebagainya   kepada orang lain. Secara umum k

keinginan, sumber penderitaan

Gambar
Adanya penderitaan itu disebabkan oleh banyaknya keinginan. Bisa juga dikatakan bahwa sumber ketidakbahagiaan adalah banyaknya keinginan. Sebenarnya keinginan sendiri adalah suatu efek. Munculnya keinginan itu dikarenakan adanya perbandingan. Semakin banyak membandingkan maka efeknya adalah banyak keinginan. Ini terjadi dalam banyak hal, misal   dari postur tubuh, wajah dan kemudian juga hal-hal yang bersifat materi, jumlah kekayaan, miskin atau kaya dan juga menyangkut gaya hidup. Jadi, cara supaya kita tidak mempunyai banyak keinginan adalah meminimalkan perbandingan. Tetapi konsekuensinya tidaklah mudah ataupun bisa dikatakan berat. Kita harus siap menjadi makhluk asing layaknya alien, ketinggalan jaman ataupun tidak up to date. Berlebaran dengan memakai baju ataupun pakaian yang tidak baru itu sah-sah saja, tetapi kita sudah paranoid , apa kata mereka nantinya. Sebenarnya kita saja yang ribet menghadapinya. Ada satu kalimat dalam bahasa Jawa yang agak menggelitik yaitu, “Gus